Senin, 08 Februari 2016

Makna Lagu "Sandaran Hati" Letto dengan Kajian Hermeneutika




DANU ADY SETYAWAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA









BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta; akar kata hs-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra bisa menunjukan alat atau sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran (A. Teeuw, 1984).[1]
Karya sastra adalah hasil cipta karya manusia yang berupa fiksi yang di dalamnya terdapat pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh penulis, baik yang memang merupakan karangan atau kisah pengalaman hidup penulis. Puisi berasal dari bahasa Yunani “poiesis” yang berarti penciptaan. Puisi merupakan sebuah ekspresi yang mampu membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi panca indra. Dalam menulis sajak-sajak puisi, seorang penyair pasti mempunyai ciri khas yang berbeda dibandingkan penyair-penyair lain. Baik dalam memainkan metafora, tanda, simbol, bahkan dalam pemenggalan kata.
Untuk memahami isi sebuah syair tentulah sulit, bahkan dalam beberapa syair yang ditulis seorang menjadi sangat sulit kita pahami. Bisa dimaklumi, karena yang ditulis seorang mungkin bukanlah syair, melainkan kedalaman hidup. Baik dalam hubungan sosial penulis, maupun hubungan penulis dengan sang pencipta.
Maka dari itu, untuk memahami suatu karya sastra berupa syair lagu maupun puisi, perlulah kita melakukan suatu analisis terhadapnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisis sebuah puisi adalah teori hermeneutika. Oleh sebab itu, penulis akan mencoba memahami suatu syair yang dibawakan oleh “letto”, satu band asal jogja yang berjudul “SANDARAN HATI”, melalui teori hermeneutika Paul Recoeur.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana metafora dalam syair “Sandaran Hati”?
2.      Bagaimana simbol dalam syair “Sandaran Hati”?
3.      Bagaimana konsep dalam syair “Sandaran Hati”?

C.     TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui dan memahami metafora yang terkandung dalam syair “Sandaran Hati”?
2.      Mencari dan memahami simbol yang terkandung dalam syair “Sandaran Hati”?
3.      Memahami konsep yang terkandung dalam syair “Sandaran Hati”?

D.    LANDASAN TEORI
1.      TEORI HERMENEUTIKA
Hermeneutik adalah kata yang sering terdengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan sastra.Hermeneutik baru muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi protestan eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan “titik fokus” dari isu-isu teologis sekarang.
Akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, “interpretasi”,. Penjelasan dua kata ini, dan tiga bentuk dasar makna dalam pemakaian aslinya, membuka wawasan pada karakter dasar interpretasi dalam teologi dan sastra, dan dalam konteks sekarang ia menjadi keywords untuk memahami hermeneutika modern.
“Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu sama lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir, hermeneutik adalah bagian dari seni berfikir itu, dan oleh karenanya bersifat filosofis” (Scheleiermacher, 1977:97 via E.Sumarno).
Yang dimaksud oleh Scheleimacher adalah bahwa ada jurang pemisah antara berbicara atau berfikir yang sifatnya internal dengan ucapan yang aktual.Kita harus mampu mengadaptasi buah pikiran kedalam kekhasan lagak ragam dan tata bahasa. Dalam setiap kalimat yang diucapkan, terdapat dua momen pemahaman, yaitu apa yang dikatakan dalam konteks bahasa dan apa yang dipikirkan oleh pembicara. Setiap pembicara memiliki waktu dan tempat, dan bahasa dimodifikasi menurut kedua hal tersebut. Menurut Scheleimacher pemahaman hanya terdapat didalam kedua momen yang saling berpautan satu sama lain itu. Baik bahasa maupun pembicaranya harus dipahami sebagaimana seharusnya.
Sedangkan Paul Recour mendefinisikan hermeneutik sebagai berikut: “Hermeneutik adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks”.
Berbeda dengan Scheleiermacher yang meletakan hermeneutika pada bahasa dan berbicara, Paul Ricoeur memeperluas definisinya dengan menambahkan “perhatian kepada teks”.Ricoeur, menjelaskan bahwa teks adalah seitiap diskursus yang dibakukan lewat tulisan.Apa yang dibakukan oleh tulisan adalah wacana yang dapat diucapkan, tetapi wacana ditulis karena tidak diucapkan.(Ricoeur 1981)[2]
Teks sebagai penghubung bahasa isyarat dan symbol-simbol dapat membatasi ruang lingkup hermeneutika karena budaya oral (ucapan) dapat dipersempit. Hermeneutika pada hal ini hanya akan berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan. Recoeur menegaskan bahwa definisi yang tidak terlalu luas justru memiliki intensitas.
Dari pendapat dua tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa hermeneutika adalah studi tentang peranan bahasa dalam komunikasi dan proses-proses berfikir, serta khususnya dalam persoalan yang menyangkut bagaimana mengidentifikasi, memahami atai meyakini bahwa makna muncul pada saat bahasa dipergunakan, baik secara lisan maupun tulisan.


2.      TEORI METAFORA
Metafora, kata Monroe adalah “puisi dalam miniatur”.Metafora menghubungkan makna harfiah dengan makna figuratif dalam karya sastra.Dalam hal ini, karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna eksplisit dan implisit.Di dalam tradisi positivisme logis, perbedaan makna antara bahasa kognitif dan emotif, yang kemudian dialihkan menjadi perbedaan menjadi vokabuler denotasi dan konotasi.Denotasi dianggap sebagai makna kognitif yang merupakan tatanan semantik, sedangkan konotasi adalah ekstra-semantik.Konotasi terdiri atas seruan-seruan emotif yang terjadi serentak yang nilai kognitifnya dangkal.Dengan demikian, arti figurative suatu teks harus dilihat sebagai hilangnya makna kognitif apapun.Karya sastra dibuka oleh saling berpengaruhnya makna-makna ini, yang memusatkan analisisnya pada desain herbal, yaitu karya wacana yang menghasilkan ambiguitas semantik yang mencirikan suatu karya sastra.Karya wacana inilah yang dapat dilihat dalam miniatur dalam metafora (Ricoeur).[3]
Dalam retorika tradisional, metorika digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan variasi-variasi dalam makna ke dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena itu, metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu, metafora akan meregangkan makna kata-kata yang dimiliki melampaui pemakaian biasanya (Ricoeur).[4]
Retorika klasik sebagai majas metafora dipandang sebagai substitusi sederhana dari kata satu untuk kata yang lain. Metafora klasik hanya mencakup satu ‘bagian’ dari apa yang disebut Aristoteles dengan diksi, yaitu salah satu dari sekumpulan prosedur diskursif, penggunaan kata-kata yang tidak lazim, menciptakan kata-kata baru, mempersingkat atau memperpanjang kata-kata, yang semua menyimpang dari penggunaan kata-kata secara umum (Ricoeur, 1981: 179via Heru Kurniawan). Konsep metafora klasik di atas, oleh Ricoeur (1976: 61 via Heru Kurniawan) disebut dengan metafora mati (death metaphor). Metafora secara kreatif terjadi karena pesan paling sederhana yang disampaikan melalui bahasa yang alami harus ditafsirkan, karena semua kata memiliki arti lebih dari satu (polisemi) dan baru mendapatkan aktualnya jika dikaitkan dengan konteks, dan audien yang ada, dan bukan dengan latar belakang situasi (Ricoeur, 1977: 125 via Heru Kurniawan). Metafora hidup atau inventif merupakan inovasi semantik yang bagian arti dari tatanan predikatif (kesesuaian baru) sekaligus tatanan (penyimpangan paradigmatis) (Ricoeur, 1977: 156-157 via Heru Kurniawan).
Dengan demikian, konsep metafora menurut Paul Ricoeur dapat disimpulkan; (1) metafora terjadi pada wilayah interpretasi dalam satu proposisi yang ditandai oleh unsur predikasi.Metafora merupakan ketegangan (tension) pada dua dunia (kata) yang berbeda (difference) karena adanya keserupaan (resemblance) yang ditandai oleh kehadiran predikasi-universal.Hal ini mengakibatkan ketegangan dalam metafora sesungguhnya tidak dapat diparafrasekan, artinya, kalaupun bisa, parafrase semacam ini tidak terbatas dan tidak mampu menjelaskan makna inivatifnya atau makna tambah (surplus meaning); (2) metafora bukanlah hiasan wacana.Metafora memiliki lebih dari hanya nilai emotif karena metafora memberi informasi baru.Metafora hakikatnya menceritakan realitas baru yang dikonstruksi oleh wacana.[5]

3.      TEORI SIMBOL
Kata “simbol” yang berasal dari kata Yunani sumballo berarti “menghubungkan atau menggabungkan” .symbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Simbol yang berstruktur polisemik adalah ekspresi yang mengkomunikasikan banyak arti. Bagi Ricoeur, yang menandai suatu tanda sebagai simbol adalah arti gandanya atau intensionalitas arti gandanya.

Ricouer merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer, harfiah, yang menunjukkan arti lain yang bersifat tidak langsung sekunder, figuratif yang tidak dapat dipahami selain lewat arti pertama Ricouer mendefinisikan simbol sebagai struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung, pokok atau literer menunjuk kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figuratif yang dapat dipahami hanya melalui yang pertama.
Simbolisasi adalah figurasi analogis, dan dapat disamakan dengan metafora, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda terdekat seperti dalam metonimi, tetapi dengan penenda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang pertama.Tentu saja di sini antara bahasa mimpi dengan bahasa sastra menemukam perbedaan, dalam bahasa mimpi berupa mekanisme tak sadar, sedangkan dalam bahasa sastra berupa tindakan sadar.“Setiap kata adalah Simbol”, demikian ditegaskan Paul Ricoeur (via Sumayono).[6]















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Syair Sandaran Hati

Yakinkah ku berdiri
Di hampa tanpa tepi
Bolehkah aku
Mendengarmu

Terkubur dalam emosi
Tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku
Merindukanmu

Terpuruk ku di sini
Teraniaya sepi
Dan ku tahu pasti
Kau menemani
Dalam hidupku
Kesendirianku

Teringat ku teringat
Pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati

Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
Jika kaulah sandatan hati
Kaulah sandaran hati
Inikah yang kau mau
Benarkah ini jalanmu
Hanyalah engkau yang ku tuju

Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah
Tanpa hadirmu
Dalam gelapnya
Malam hariku

Teringat ku teringat
Pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati

Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
Jika kaulah sandatan hati
Kaulah sandaran hati
Sandaran hati


B.     Metafora dalam syair “Sandaran Hati”
Judul “sandaran hati” pada syair diatas merujuk pada suatu benda atau dzat lebih tepatnya. Dzat yang mampu menopang hati untuk tetap berdiri tegak. Maksudnya, hati membutuhkan sandaran agar tetap teguh, tegar dan yakin dalam menjalani suatu hal.
Penyair membutuhkan dzat yang mampu menopang hatinya supaya lebih tegar, teguh dan yakin. Dzat yang mampu menopang hal tersebut menurut syair diatas adalah “Tuhan”. Jadi maksud sandaran hati disini adalah “Tuhan”.
BAIT 1
Yakinkah ku berdiri
Di hampa tanpa tepi
Bolehkah aku
Mendengarmu

Pada bait pertama ini penyair bertanya kepada diri sendiri, kepada hatinya tepatnya. Bertanya tentang keteguhan atau kesiapan menjalani kehidupan di dalam ruang hampa, ruang fatamorgana yang bernama dunia ini. Kenapa penyair menyebut dunia adalah ruang hampa? Dikarenakan bahwa di dalam kehidupan dunia ini sesungguhnya tidak ada apa-apa, semua hanyalah ilusi belaka. Penyair menyadari bahwa kekayaan, jabatan, kekuasaan dan lain sebagainya adalah ilusi penghias dunia, tak ada yang perlu diperjuangkan mati-matian. Yang semua itu bila dituruti terus menerus tidak akan ada habisnya, digambarkan dalam lirik “tanpa tepi”. Selanjutnya, penyair meminta petunjuk atau arahan kepada tuhan untuk meyakinkan dirinya.

BAIT 2
Terkubur dalam emosi
Tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku
Merindukanmu

Pada bait kedua ini penyair menyatakan dirinya masih dalam keraguan bahkan ketakutan menjalani kehidupan didunia ini. Penyair takut terbawa nafsu untuk mencari hal-hal yang bersifat duniawi. Seperti yang tergambar dalam bait pertama diantaranya jabatan, kekuasaan, kekayaan dan lain sebagainya. Sedangkan dia tidak mampu mengelak dari hal tersebut, dia tak mampu bersembunyi dari hal tersebut. Maka dirinya sangat membutuhkan bimbingan dari tuhan. Berharap tuhan selalu berada didekatnya untuk menuntunnya..
BAIT 3

Terpuruk ku di sini
Teraniaya sepi
Dan ku tahu pasti
Kau menemani
Dalam hidupku
Kesendirianku

Bait ketiga ini mengatakan bahwa, “ku” (penyair) berada dalam kesepian, kesendirian di dalam hidupnya. Dikarenakan semua orang hanya sibuk mencari nikmat duniawi, dan dirinya mengucilkan diri dari hal tersebut. Si penyair mengambil jarak dari nikmat duniawi sedang kebanyakan orang mengejar nikmat dunia tersebut. Akan tetapi penyair sangat sadar bahwa dalam kesendiriannya selalu ada tuhan yang tetap menemani.

BAIT 4
Teringat ku teringat
Pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati

            Dalam bait ke empat ini penyair teringat pada janji tuhan yang mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara, bahkan hanya sekejap saja. Hanya berhenti sejenak untuk minum. Dalam bahasa jawa ming mampir ngombe. Maka lakukanlah dengan tekat yang bulat, dengan kuat, dan dengan sungguh-sungguh.
BAIT 5
Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
Jika kaulah sandatan hati
Kaulah sandaran hati

            Bait kelima ini menggambarkan bahwa tuhanlah yang maha membolak-balikan hidup. Kadang siang kadang malam, kadang di atas kadang dibawah, kadang senang kadang sedih, kadang susah kadang mudah, dan lain sebagainya. Maka ketika “aku” (penyair) dalam keadaan sedih itu bukanlah masalah. Karena “aku” tahu, inilah dialektika hidup. Dan ini akan ku lalui dengan  mudah karena “aku” bersandar kepadaNya.
BAIT 6
Inikah yang kau mau
Benarkah ini jalanmu
Hanyalah engkau yang ku tuju

            Masuk bait keenam, meskipun dalam baris satu dan dua menggunakan kata tanya, tapi sebenarnya itu adalah pengakuan bahwa kehendak tuhan bermain didalam hidup ini. Tuhan juga telah memberikan jalan kepada manusia untuk menujuNya. Akan tetapi sang penyair mendapat kebingungan atas apa yang di tempuhnya, sehingga bertanya “benarkah ini jalan mu?” . Meskipun dalam kebingungan penyair tetap fokus akan tujuan hidupnya, yaitu tuhan.
BAIT 7
Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah
Tanpa hadirmu
Dalam gelapnya
Malam hariku

            Dalam bait ketujuh ini, penyair meminta bimbingan juga pertolongan kapada tuhan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sebab tanpa bimbingan dan juga pertolongan dari tuhan, seseorang akan tersesat dalam menjalani kehidupan ini. Jadikanlah tuhan sebagai penolong dalam kesusahan, kesedihan, dan ketersesatan dunia ini. Tetap berpegang kepada petunjuknya dalam kitab suci, maka seseorang tidak akan mengalami ketersesatan.
BAIT 8

Teringat ku teringat
Pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati

            Bait ini sama dengan bait ke empat yang berisi, janji tuhan yang mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara, bahkan hanya sekejap saja. Hanya berhenti sejenak untuk minum. Dalam bahasa jawa ming mampir ngombe. Maka lakukanlah dengan tekat yang bulat, dengan kuat, dan dengan sungguh-sungguh.

BAIT 9

Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
Jika kaulah sandatan hati
Kaulah sandaran hati
Sandaran hati

            Bait ini juga sama dengan bait ke lima yang berisi, tuhanlah yang maha membolak-balikan hidup. Kadang siang kadang malam, kadang di atas kadang dibawah, kadang senang kadang sedih, kadang susah kadang mudah, dan lain sebagainya. Maka ketika “aku” (penyair) dalam keadaan sedih itu bukanlah masalah. Karena “aku” tahu, inilah dialektika hidup. Dan ini akan ku lalui dengan  mudah karena “aku” bersandar kepadaNya.


C.     Analisis Simbol dalam Syair “Sandaran Hati”
1.      Berdiri
Kata ini muncul pada bait satu, empat, dan tujuh (1,4,7). Dalam kalimat “Yakinkah ku berdiri”, kata berdiri dalam kalimat ini berarti hidup di dunia. Berdiri mempunyai makna menjalani kehidupan di muka bumi ini. Dapat kita lihat dalam kalimat “Hanya sekejap ku berdiri”, bermakna bahwa hanya sebentar ku menjalani hidup di dunia ini.
2.      Hampa
Kata ini muncul pada bait pertama. Dalam kalimat “Di hampa tanpa tepi”, bermakna kehidupan dunia yang terlihat gemerlap ini sebenarnya hanyalah ilusi belaka. Maka digambarkan dengan kata hampa.
3.      Tanpa tepi
Kata ini muncul pada bait pertama. Dalam kalimat “Di hampa tanpa tepi”, bermakna tidak ada habisnya. Seperti contoh: nafsu tanpa tepi, bermakna jika kita menuruti nafsu kita maka tidak aka nada habisnya.
4.      Terkubur
Kata ini muncul pada bait kedua. Dalam kalimat “terkubur dalam emosi”, bermakna apa yang dirasakan oleh seseorang secara mendalam.
5.      Sepi
Kata sepi muncul pada bait ketiga. Dalam kalimat “teraniaya sepi”, dapat diartikan keadaan yang tanpa orang lain. Dalam syair ini “sepi” berarti bahwa penyair tidak mempunyai teman yang berujuan sama seperti dirinya dalam menjalani hidup ini. Sehingga beliau merasakan sendiri.
6.      Arah
Muncul pada bait ketujuh. Dalam kalimat “aku hilang arah”, berarti tujuan. Tujuan hidup seseorang.
7.      Siang dan Malam
Muncul pada bait kelima dan Sembilan. Dalam kalimat “siang dan malam yang berganti”. Siang dapat diartikan keadaan baik seseorang (senang, bahagia, gembira) karena suatu hal. Sedangkan malam dapat diartikan keadaan buruk seseorang (sedih, susah, menangis, dll) karena suatu hal.

D.    Konsep Mistisme Sandaran Hati dalam Sajak “Sandaran Hati”
Sandaran berasal dari kata sandar, dalam kata kerjanya bersandar. Dapat diartikan dengan keadaan suatu hal yang membutuhkan hal lain untuk tetap berdiri. Semisal, suatu barang membutuhkan barang lain untuk berdiri. Sepeda membutuhkan dinding untuk bersandar supaya tidak ambruk. Sedangkan hati dapat dimaknai dengan letak cinta, keteguhan, keyakinan, iman, dan lain sebagainya, yang terdapat dalam diri seseorang.
Jadi sandaran hati adalah, suatu dzat yang dibutuhkan hati sebagai peneguh iman, cinta, keyakinan serta rasa lain yang dapat dirasakan oleh hati, supaya hati tetap berdiri tegap, tetap teguh dan tak gampang goyah. Dzat ini dapat menjadi penguat hati seseorang supaya tetap dalam keteguhan iman. Yang dimaksud sandaran hati pada syair ini adalah “TUHAN”.











BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Dalam sajak “SANDARAN HATI” ini menceritakan tentang seseorang yang tidak yakin bahkan takut menjalani kehidupan didunia. Dia khawatir dan kurang yakin atas kemampuan dirinya menolak rayuan gemerlapnya dunia ini. Dia bahkan takut tersesat, terbawa nafsu untuk memiliki kenikmatan dunia yang bersifat sementara ini. Yang bila dituruti tidak akan ada habisnya.
Maka dia memilih untuk mengucilkan diri dari kenikmatan dunia dengan cara selalu mendekatkan diri dengan tuhan. Tapi dia tetap merasa tidak kuat menjalani itu semua, karena orang-orang disekitarnya semua berlomba mendapatkan kenikmatan dunia tersebut. Dia hanya sendiri kesepian mengambil jarak dari materi.
Suatu saat dia teringat pada janji tuhan bahwa kehidupan di dunia ini hanya sebentar. Maka dia memperbaharui tekadnya menjadi lebih kuat. Sebab senang sedih didunia ini hanyanlah sebentar. Apa lagi selama berpegangan dengan tuhan semua pasti terasa ringan. Dengan tekad yang baru dia akan bersungguh-sungguh menjalani hidup ini.









DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Arif. 2015. Aplikasi Teori Hermeneutika dan Wacana Kritis. Purwokerto: Kaldera
Kurniawan, Heru. 2013. Mistisme Cahaya. Purwokerto: Kaldera
Palmer, Richard E. 2003. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ricoeur, Paul. 2006. Hermeneutika Ilmu Sisial. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Sumaryono, E. 1999.Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Teeuw, A. 1984, Sastra dan Ilmu Sastra, Bandung: Pustaka Jaya




[1] A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Bandung: Pustaka Jaya, 1984), hlm. 20.
[2] Paul Ricoeur, Hermeneutika Ilmu Sosial(Bantul: Kreasi Wacana, 2006), hlm. 196. (terjemahan dari buku, “Hermeneutics and the human sciences”, Paul Ricoeur).
[3] Heru kurniawan, Mistisme Cahaya, (Purwokerto: Kaldera, 2013), hlm 22.
[4]Ibid., hlm. 23.
[5]  Heru kurniawan, Mistisme Cahaya, (Purwokerto: Kaldera, 2013), hlm.26.
[6] Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Ilmu Filsafat(Sleman: PT. Kanisius, 1999), hlm. 105.

1 komentar:

  1. Do this hack to drop 2lb of fat in 8 hours

    More than 160,000 men and women are utilizing a easy and secret "liquid hack" to burn 1-2lbs each night as they sleep.

    It's effective and works on everybody.

    Here's how to do it yourself:

    1) Hold a drinking glass and fill it with water half glass

    2) Now use this strange hack

    and you'll become 1-2lbs thinner as soon as tomorrow!

    BalasHapus